Selasa, 05 Agustus 2014

Kisah Inspiratif

Seorang Bidan Menjadi Pendidik Al-Qur’an (Orangtua Hilyah Qonita, Juara 1 Hafizh Indonesia RCTI 2013)
belajar Sejak menikah, saya nuroniyah Manaf dan suami Muslim, sepakat menjadikan pendidikan Al-Qur’an sebagai landasan utama sebelum anak-anak belajar ilmu-ilmu yang lain. Kini, kami dikaruniai tiga orang anak, Aufa Alfa Zhilah (9th), Hilyah Qonita (5th) dan Muhammad Al Fatih (11 bulan). Kami tinggal di daerah kebon jeruk Jakarta Barat. Aktifitas saya sehari-hari adalah sebagai guru ngaji dirumah. Bersama suami, saya mengajarkan Al-Qur’an kepada anak-anak yang berada dilingkungan sekitar rumah. Sebelum mengabdi menjadi pengajar Al-Qur’an, saya pernah menjadi bidan di RS Islam Jakarta Pusat. Namun saat mengandung Aufa di usia kehamilan tujuh bulan, saya berhenti menjadi bidan karena ingin fokus mendidik anak-anak secara intensif. Aktifitas suami selain menjadi guru di SDIT, juga menjadi guru ngaji, termasuk diantaranya menjadi guru Tahsin di Nurul Hikmah, Pesantren Ust. Muzammil. Anak pertama, Aufa, Alhamdulillah sekarang sudah menyetorkan hafalannya sebanyak 13 juz. Ia menjadi santri Pesantren Nurul Hikmah sejak 1 SD. Berbeda dengan Aufa, kami membuat program agar ia (Hilyah) bisa menghafal Al-Qur’an dirumah, dengan mengikuti metode hafalan yang ada di Pesantren Nurul Hikmah. Alhamdulillah hafalan Hilyah sekarang sudah lima juz. Yaitu juz 30 sampai juz 26, dan sekarang sedang menghafal juz 1. Hilyah juga mempunyai prestasi sebagai juara 1 MHQ Juz 30 Islamic Book Fair 2012, juara 1 MHQ juz 29 dan 30 di LTQ Asy Syifa, juara 2 MHQ juz 29 dan 30 di Kafila Islamic International School se-DKI Jakarta dan Jawa Barat, dan terbaru adalah sebagai juara 1 Hafizh Indonesia RCTI 2013. Capaian ini tidak instan. Program menghafal Al-Qur’an sudah saya mulai sejak hamil, yaitu dengan memperbanyak mengkhatamkan Al-Qur’an. Khtamanan Al-Qur’an ini saya lakukan untuk merangsang tumbuh kembang otak janin sejak dari dalam kandungan. Saya juga selalu berkomunikasi dengan si kecil dikandungan saat tilawah. Ucapan semisal “De, Ibu mau tilawah surat Yusuf nih sekarang, dengerkan ya..” selalu saya lakukan sambil saya mengelus perut. Ketika lahir, kebiasaan mendengarkan bacaan Al-Qur’an tetap kami lanjutkan. Ayahnya biasanya memilih bacaan murottal Imam Misyari Rasyid karena temponya tdak terlalu cepat dan lebih syahdu. Hamper setiap hari pun saya mentalaqqikan surat-surat pendek di berbagai aktifitas, misalnya pada saat menyusui, makan dang anti popok. Diusianya 6 bulan, saya mulai memperkenalkan huruf-huruf hijaiyah, lalu kami tempelkan di lembaran kardus yang besar. Ketika mereka sudah bisa berucap, huruf-huruf hijaiyah yang selalu saya perkenalkan ternyata mereka hafal. Setelah itu saya menggunakan metode iqro untuk mengajari mereka membaca Al-Qur’an. Alhamdulillah, Aufa di usia 4 tahun, dan Hilyah di usia 3 tahun, sudah bisa membaca Al-Qur’an. Saya pun terus melatih kelancaran tilawah Qur’an mereka, sambil memberikan hafalan surat-surat di juz 30. Hilyah mulai setor hafalan ketika usianya 3 tahun. Biasanya ia menyetor hafalannya sehabis asar dan muroja’ah di usai shalat shubuh. Kemudian ba’da maghrib, bersama para santri, Hilyah mengaji dirumah dengan saya dan suami. Saya bersyukur, proses menghafal Hilyah sampai sekarang tidak banyak kendala. Kuncinya, tekad yang kuat dan disiplin dari orangtua. Kami juga sadar bahwa lingkungan ikut mempengaruhi, oleh karenanya saya dan suami memilih tempat tinggal yang tenang, dan membatasi kegiatan menonton televise. Dalam hal ini, orang tua tentu harus menjadi teladan bagi anak-anak dengan tidak banyak menonton televisi, sebaliknya memperbanyak interaksi dengan Al-Qur’an. (Disadur daru Buletin Pesantren Al-Qur’an Nurul Hikmah, edisi 10 November 2013/ Muharram 1435H) Semoga kita bisa mengikuti jejak keluarga ananda Hilyah yang selalu berinteraksi dengan Al-Qur’an. Dibalik Kesulitan pasti ada kemudahan (Al-Insyirah.4-5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan kasih komentar disini, semoga komentar anda baik untuk kedepan, untuk kebaikan kita semua